Rabu, 27 Juli 2011

biarkan waktu bicara

Biarkan waktu yang berbicara
Karena cepat atau lambat kau pasti akan mengerti
Jika hati tak bisa di paksakan yang ada hanyalah kekecewaan

Rasakan tulus rasaku
Jika aku hanya ingin kita sebagai sahabat
Rasakan ketulusanku sebagai sahabatmu
Lambat laun jika kau dapat memahami ini
Kau akan mengerti jika aku tak sanggup
Hatiku masih terluka dalam
Hingga aku tak sanggup tuk memulainya lagi

Tuk saat ini,
Aku hanya ingin dengan kesendirianku
Aku hanya ingin merasakan hari hariku
Penuh cinta di kelilingi oleh sahabat2 baikku

Terima kasih atas pelangi yang kau berikan
Tapi maafkan aku, aku tak sunggup melihat indahnya pelangimu
Percayalah, suatu saat pelangi yang kau punya akan lebih berarti tuk orang lain
Yang dapat melihat indahnya pelangimu
Dan kau pun akan merasakan indahnya pelangimu bersama orang terkasihmu

Terima kasih atas semuanya
Aku dapat merasakan ketulusanmu
Aku menyayangimu
Tapi sayangku sebagai sahabat
Maafkan aku 
Tak ada hasrat tuk melukaimu
Tapi akupun tak ingin kau terluka terlalu dalam dengan kemunafikanku

Jumat, 22 Juli 2011

Aku bukanlah siapa-siapa

Karena penyair selalu terpukau pada keindahan
dibuatnya puisi, seakan mampu mengabadikan rembang
seakan mampu menjadikannya tembang.
Tetapi senja tak pernah ragu pada malam
diserahkannya segala jingga.
Malam yang lembut datang perlahan
menyelimuti senja dengan bintang-bintang.


Bila gerimis turun menyunting
kala penyair dan langit berebut mencipta bianglala.
Penyair mengabadikan nya dalam bait
tetapi langit adalah khazanah
Selalu menjadi guru ketika penyair kehilangan arah,
ia menengadah, berharap langit penuh tanda
Sebab di setiap keindahan, ada peta menuju kata.


Sebongkah matahari kupahat prasasti
dengan kata-kata yang merangkum sejumlah rindu dan hangat dekapan
sejumlah cumbu dan hasrat membara.
Aku bukanlah penyair, apalagi langit senja
Aku bukanlah siapa-siapa, apalagi sesuatu.
Tetapi, dari setiap kata yang kumiliki,
ku ciptakan untukmu matahari yang indah.

Jumat, 15 Juli 2011

menggenggam rindu

Sebulir hujan menggantung di ujung payung
seukir kilau, sesafir cahaya yang tersimpan.
Meneteskan sebutir doa.

Kumasuki kelambu hujan
karna ku tau air matamu menggenggam rindu.

Waktu mendesak. Serasa singkat.
Rembang pun lewat,
saat benderang lampu-lampu
 
dan hujan berpamitan di ambang senja
perlahan menutup payung kita
dengan kecupan.

Kamis, 14 Juli 2011

sebuah cerita

Kalau tidak ada lagi kamu di hari depan ku..
Ini bukan salah mu..
Aku sudah memilih,
Jauh sebelum kamu menerka..
Aku sudah menentukan,
Jauh sebelum kamu merencanakan..
Aku sudah memutuskan,
Jauh sebelum kamu meminta aku untuk terus tinggal..
Kalau tidak ada lagi kamu di waktu depan ku..
Ini bukan salah ku..
Kamu sudah berusaha,
Jauh sebelum aku mencegah..
Kamu sudah bersikap,
Jauh sebelum aku mengubah..
Kamu sudah berangan,
Jauh sebelum aku menolak kamu untuk terus ada..
Kalau tidak ada lagi kita di masa depan..
Ini bukan salah kita..
Kita sudah saling menyayangi,
Meski akhirnya menjadi sangat disayangkan..
Kita sudah saling mengerti,
Meski akhirnya menjadi tidak dimengerti..
Kita sudah saling percaya,
Meski akhirnya menjadi tidak bisa dipercaya..
Kalau masa depan yang terjadi tidak seperti bayangan di masa lalu..
Ini bukan salah masa lalu..
Kalau lelaki yang bersama mu saat membentang janur kuning bukan aku..
Ini pun bukan salahnya..
Dan kalau di masa depan hanya ada aku dan kamu..
Ini bukan tentang kesalahan..
Ini hanya tentang mengikhlaskan ‘kita’..

Senin, 11 Juli 2011

bercinta dengan kata

Biduk di langit masih kering tertawa
Melihat aku yang tetap bercumbu dengan khayal
Menari kata dalam balutan puisi
Membingkaikan rasa dalam bait
Puisi adalah aku
Aku bercinta dengan kata
Dan merangkai menjadi satu kenangan indah
Dekapan kalimat panjang membuai mesra diriku
Kutemukan ada detak lemah setia

Jumat, 08 Juli 2011

kutandai

Telah kutandai matamu dengan telaga dan rembulan bening
agar kuberteduh dan mengusap lekang wajahku dan membiarkan bayangku
meresap ke dalam sunyimu.

Telah kutandai bibirmu dengan pantai dan perahu
akulah laut yang tak bosan mengecup-ngecup sampai gairahku mendidih
agar kuberlabuh dan menambat tali rinduku dan membiarkan kehidupanku
bersandar di pelabuhanmu.

Telah kutandai hatimu dengan taman dan bunga mawar
kutanam sebatang cinta kugembalakan kupu-kupu di langit berawan
dibawanya butir-butir gerimis untuk kugambar pelangi
di lengkung senyummu.

Minggu, 03 Juli 2011

pagi ini

Katakan saja, pagi ini tak ada matahari menyapa dengan hangat pelukan, tak ada berkas sinar menggores dinding kamar. Dan kaca jendela, hanya bingkai kosong tanpa setangkai mawar.

Kuharap angin menari di selasar rumah. Menghibur rambutmu dengan hembus sejuk gunung. Menghapus mimpi buruk yang mungkin menggantung di bulumata. Angin, sampaikan salamku, rindu menggunung sampai puncaknya.

Barangkali di celah pintu ada derit tersisa. Kalimat yang tak dapat kucegah ketika kaubiarkan langkah melengang dalam kembara. Luas padang, merentas ilalang, menggagas setiap fatamorgana sebagai rangkaian doa. Pepohonan meranggas sebab daundaunnya kukirimkan padamu.

Puisi ini untukmu, Adinda. Kalimat pengganti tiap jeda percakapan. Lembaran daun bertanda embun, kecup yang kutitipkan. Ketika mulut tak mampu menerjemahkan dada, pada dekap tiada.