Minggu, 02 Oktober 2011

ketika senja turun

Kenalilah gelisah angin di antara buluh-buluh bambu
yang meliuk ke kanan dan meliuk ke kiri
yang menggemerisik di antara sunyi
karena ada bisikan tentang gelisahku. 

Ketika senja turun di bukit-bukit tak berpenghuni
ada rona yang dilukiskan pada latar langitnya
merah membara dan kadang-kadang lembayung
kenalilah warnanya yang disapukan dari rinduku.

Rabu, 21 September 2011

tak tentu arah

alunan kisahku mengalir begitu deras
memaksa lirih perih tak bertepi..
syahdu aku seperti dulu, kini mulai tak terdengar..
entah terbawa arus kenistaan yg bergumul
atau mungkin mati terkikis pasir-pasir yang menderu
titik embun mulai mengering tidak lagi patut untuk dipuja..
hmm.. apakah aku tidak lagi seperti itu?
begitu aku.., kaku.., rapuh..,
bias bayang malam pun berputar pagi, terperangkap terlalu dalam
terhanyut seperti sampan tak bertuan..
hendak kemana aku ini? Tak tentu arah..
mata yang mulai lelah, hati yang mulai membusuk,
sanggupkah gelang patah ini kutemukan?
Sanggupkah kata ini ku jadikan permata, kujadikan bunga
kujadikan apa saja yang bisa menyelimuti helai syair yang ku rajut..
Perlahan iba menghangatkan tubuhku…
membakar cemburu… mengoyak amarahku…

Jumat, 16 September 2011

memeluk bidadari

Gemuruh di jendela seperti serangkaian ketukan lembut jantungmu menembus kabut.
Pagi berpayung kelabu terkikis gerimis yang terbakar di matamu.
Hujan membuat kita memasuki perjalanan bara
yang mengembara di dada kita.
Menciptakan matahari.
Matahari yang menggantung indah di matamu,
lalu merangkak ke bulu matamu membentuk pelangi.
Aku memeluk bidadari.
Pelukan kita adalah samudera.
Menghanyutkan segala dera.
tanpa hela.. tanpa jeda..
Di sana gelombang cinta tak kenal lelah.
Membuat rindu seteduh lautan biru tak keluh menyusun gemuruh.
Membuat kecemasan berderai hilang di pasir pantai lengang.
Kita pun tertawa, memecah ubun sunyi.
Seperti ombak berbantun meneriak karang.
Seperti sepasang camar nan santun mempersembahkan cakrawala.
Pada sebuah pagi,  matahari menyebrangi samudera yang bergelora anggun di dada kita.

Rabu, 27 Juli 2011

biarkan waktu bicara

Biarkan waktu yang berbicara
Karena cepat atau lambat kau pasti akan mengerti
Jika hati tak bisa di paksakan yang ada hanyalah kekecewaan

Rasakan tulus rasaku
Jika aku hanya ingin kita sebagai sahabat
Rasakan ketulusanku sebagai sahabatmu
Lambat laun jika kau dapat memahami ini
Kau akan mengerti jika aku tak sanggup
Hatiku masih terluka dalam
Hingga aku tak sanggup tuk memulainya lagi

Tuk saat ini,
Aku hanya ingin dengan kesendirianku
Aku hanya ingin merasakan hari hariku
Penuh cinta di kelilingi oleh sahabat2 baikku

Terima kasih atas pelangi yang kau berikan
Tapi maafkan aku, aku tak sunggup melihat indahnya pelangimu
Percayalah, suatu saat pelangi yang kau punya akan lebih berarti tuk orang lain
Yang dapat melihat indahnya pelangimu
Dan kau pun akan merasakan indahnya pelangimu bersama orang terkasihmu

Terima kasih atas semuanya
Aku dapat merasakan ketulusanmu
Aku menyayangimu
Tapi sayangku sebagai sahabat
Maafkan aku 
Tak ada hasrat tuk melukaimu
Tapi akupun tak ingin kau terluka terlalu dalam dengan kemunafikanku

Jumat, 22 Juli 2011

Aku bukanlah siapa-siapa

Karena penyair selalu terpukau pada keindahan
dibuatnya puisi, seakan mampu mengabadikan rembang
seakan mampu menjadikannya tembang.
Tetapi senja tak pernah ragu pada malam
diserahkannya segala jingga.
Malam yang lembut datang perlahan
menyelimuti senja dengan bintang-bintang.


Bila gerimis turun menyunting
kala penyair dan langit berebut mencipta bianglala.
Penyair mengabadikan nya dalam bait
tetapi langit adalah khazanah
Selalu menjadi guru ketika penyair kehilangan arah,
ia menengadah, berharap langit penuh tanda
Sebab di setiap keindahan, ada peta menuju kata.


Sebongkah matahari kupahat prasasti
dengan kata-kata yang merangkum sejumlah rindu dan hangat dekapan
sejumlah cumbu dan hasrat membara.
Aku bukanlah penyair, apalagi langit senja
Aku bukanlah siapa-siapa, apalagi sesuatu.
Tetapi, dari setiap kata yang kumiliki,
ku ciptakan untukmu matahari yang indah.

Jumat, 15 Juli 2011

menggenggam rindu

Sebulir hujan menggantung di ujung payung
seukir kilau, sesafir cahaya yang tersimpan.
Meneteskan sebutir doa.

Kumasuki kelambu hujan
karna ku tau air matamu menggenggam rindu.

Waktu mendesak. Serasa singkat.
Rembang pun lewat,
saat benderang lampu-lampu
 
dan hujan berpamitan di ambang senja
perlahan menutup payung kita
dengan kecupan.

Kamis, 14 Juli 2011

sebuah cerita

Kalau tidak ada lagi kamu di hari depan ku..
Ini bukan salah mu..
Aku sudah memilih,
Jauh sebelum kamu menerka..
Aku sudah menentukan,
Jauh sebelum kamu merencanakan..
Aku sudah memutuskan,
Jauh sebelum kamu meminta aku untuk terus tinggal..
Kalau tidak ada lagi kamu di waktu depan ku..
Ini bukan salah ku..
Kamu sudah berusaha,
Jauh sebelum aku mencegah..
Kamu sudah bersikap,
Jauh sebelum aku mengubah..
Kamu sudah berangan,
Jauh sebelum aku menolak kamu untuk terus ada..
Kalau tidak ada lagi kita di masa depan..
Ini bukan salah kita..
Kita sudah saling menyayangi,
Meski akhirnya menjadi sangat disayangkan..
Kita sudah saling mengerti,
Meski akhirnya menjadi tidak dimengerti..
Kita sudah saling percaya,
Meski akhirnya menjadi tidak bisa dipercaya..
Kalau masa depan yang terjadi tidak seperti bayangan di masa lalu..
Ini bukan salah masa lalu..
Kalau lelaki yang bersama mu saat membentang janur kuning bukan aku..
Ini pun bukan salahnya..
Dan kalau di masa depan hanya ada aku dan kamu..
Ini bukan tentang kesalahan..
Ini hanya tentang mengikhlaskan ‘kita’..

Senin, 11 Juli 2011

bercinta dengan kata

Biduk di langit masih kering tertawa
Melihat aku yang tetap bercumbu dengan khayal
Menari kata dalam balutan puisi
Membingkaikan rasa dalam bait
Puisi adalah aku
Aku bercinta dengan kata
Dan merangkai menjadi satu kenangan indah
Dekapan kalimat panjang membuai mesra diriku
Kutemukan ada detak lemah setia

Jumat, 08 Juli 2011

kutandai

Telah kutandai matamu dengan telaga dan rembulan bening
agar kuberteduh dan mengusap lekang wajahku dan membiarkan bayangku
meresap ke dalam sunyimu.

Telah kutandai bibirmu dengan pantai dan perahu
akulah laut yang tak bosan mengecup-ngecup sampai gairahku mendidih
agar kuberlabuh dan menambat tali rinduku dan membiarkan kehidupanku
bersandar di pelabuhanmu.

Telah kutandai hatimu dengan taman dan bunga mawar
kutanam sebatang cinta kugembalakan kupu-kupu di langit berawan
dibawanya butir-butir gerimis untuk kugambar pelangi
di lengkung senyummu.

Minggu, 03 Juli 2011

pagi ini

Katakan saja, pagi ini tak ada matahari menyapa dengan hangat pelukan, tak ada berkas sinar menggores dinding kamar. Dan kaca jendela, hanya bingkai kosong tanpa setangkai mawar.

Kuharap angin menari di selasar rumah. Menghibur rambutmu dengan hembus sejuk gunung. Menghapus mimpi buruk yang mungkin menggantung di bulumata. Angin, sampaikan salamku, rindu menggunung sampai puncaknya.

Barangkali di celah pintu ada derit tersisa. Kalimat yang tak dapat kucegah ketika kaubiarkan langkah melengang dalam kembara. Luas padang, merentas ilalang, menggagas setiap fatamorgana sebagai rangkaian doa. Pepohonan meranggas sebab daundaunnya kukirimkan padamu.

Puisi ini untukmu, Adinda. Kalimat pengganti tiap jeda percakapan. Lembaran daun bertanda embun, kecup yang kutitipkan. Ketika mulut tak mampu menerjemahkan dada, pada dekap tiada.

Kamis, 30 Juni 2011

jiwa yang resah

Malam menggantung sepi di tiap tiang-tiang pagarnya
gelap yang menyeramkan menjaga pintu gerbang
dan keheningan menyeruak masuk kedalam kamar jiwa yang resah
yang sedang membaca buku yang hampir lapuk ditelan masa
kekhidmatan membaca membuat jiwa yang resah terlena
tak memperhatikan rembulan yang tersenyum penuh makna
melihatnya lewat jendela yang terbuka
mengundang hasrat keinginan sang malam.

Senin, 27 Juni 2011

digerayangi lelah

Tubuh yang digerayangi lelah
terbaring memberikan dirinya pada pelukan peraduan
yang dengan ikhlas menerima tubuh yang tebal dibalut keinginan
perlahan tak tersadari
kelopak mata melangkah menuju muaranya
dan gerbang bawah sadar terbuka mengundang derit-derit
memanggil merinding yang tertelungkup di ujung gelap
cahaya menyeruak masuk mendorong gelap
hingga terpental ke celah-celah dinding malam.

Jumat, 24 Juni 2011

jerat-jerat keengganan

Bedug ditabuh gema kalimat Illahi menembus alam memenuhi semesta raya
dan sosok impian menggelepar terlempar kealam kesadaran
sementara sosok-sosok tegang terlena dalam belaian keheningan
diselimuti dingin menuntun tangan menarik kehangatan.
sosok tubuh terjaga menyempurnakan pandangan menyapu ruangan
jerat-jerat keengganan perlahan terlepaskan
dan hati menuntun langkah menuju padasan yang berisi air penyucian.
doa-doa menyembur teratur dari bibir berpengetahuan
syukur terucapkan dan harapan dibiaskan
bersyukur pada karunia Illahi akan sebuah 'jidat'
yang mampu sempurna bersujud bicara pada-Nya.

Kamis, 23 Juni 2011

saat kita memulai

Gigil kangen ini, katamu pilu, serupa tatih langkahku yang gamang
meniti dari sunyi ke sunyi dengan tembang lirih melantunkan namamu
Kita merangkai segala kisah lama itu pada berlembar-lembar puisi
mencatatnya dengan jemari gemetar seraya meniupkan asa
pada setiap jejeran huruf yang menandai memori kolektif kita
Lembayung pucat dan semilir angin bertiup lembut
memahat getar asmara kita di langit,
menyisakan spektrum keheningan,
saat kita memulai pendakian hasrat itu sendiri-sendiri
lalu memandangnya dari kejauhan dengan tatap nanar
sambil berbisik lirih: bentang jarak adalah niscaya namun
cinta adalah episode yang tak akan usai dan
padam cahayanya di tungku hati..

Senin, 20 Juni 2011

setangkai sajak

Rerumputan menyirat
jejak-jejakmu jadi jalan setapak
Aku menuju hatimu dengan setangkai sajak
yang kupetik dari perjalanan berliku
bukankah selalu kutanam perdu
penawar rindu.

Embun-embun menyukai telanjang tapak kakimu
ketika kau melintas jalan setapak
rerumputan menjaga jejakmu tetap basah
seperti butir airmata yang enggan jatuh dari bulumatamu
bagaimana pun aku memunguti jejak itu
menyimpannya dalam sebuah sajak
lalu kuikuti ke mana kata pergi mengembara.

Bukankah hatimu kampung halaman
dari seluruh sajakku
tempat aku mudik dengan segala perbekalan
cinta.

Jumat, 10 Juni 2011

bantu aku

Bantu aku menulis kata cinta dengan sinar matamu
agar kutemukan nyala dalam unggun kata
atau jadilah rembulan di ranting-ranting aksara
mengganti tikaman gelap dengan romantika remang.
Biarkan kuikatkan samar-samar cahayamu
menyatukan sejuta kalimat dalam lembar-lembar puisi.
Lalu senyummu kujadikan majas
Agar makna semakin jelas
membebaskan cinta dari pernyataan
yang tak pernah tuntas.
Atau, jadilah kamu laut yang dalam dan biru
mengganti kalimatku yang dangkal dan berbatu.
Kuseberangi selat bibirmu, mengembara
hingga palung jiwamu. Laguna yang teduh berangin
Sebuah jalan setapak membelah ombak.
Ombak di matamu.

Kamis, 09 Juni 2011

luasnya hatimu

Kau bidadari di antara ilalang
menebar kecantikan di keluasan padang.
Kugamit jemarimu melangkah dalam tawa bahagia
lalu kaubiarkan jalan setapak tercipta di hatimu.
Luasnya padang sabana tak dapat menggantikan luasnya hatimu
menerima setiap jejak langkahku.
Lalu tumbuh bunga-bunga di setiap senyummu
jiwaku seperti kupu-kupu dibuatnya.

Rabu, 08 Juni 2011

tatapanmu

Seuntai angin di rambut mayangmu, jatuh terurai
tatapanmu menyelinap manis di antara garis-garis rambutmu
bak sinar matahari di celah gerimis
sebuah teralis yang akan menahanku berlama-lama memandangmu
sebab biasanya akan muncul pelangi menuruni pematang di hatimu
rindang dedaunan menyembunyikan reranting sunyi
yang diam-diam ditumbuhi anggrek ungu
makanya aku suka sekali memandangmu.

Selasa, 07 Juni 2011

tersungkur

Pohonan senja
kilau daundaun bagai kristal tertiup angin
kesunyian terbakar di pucuk-pucuk ilalang
menyemburkan cahaya ke dalam kalbu.
Surya bagai softlens jingga
di bola matamu cakrawala cinta.
Pendar-pendar telaga
dengan selendang gelombang
menari meliuk menyeret jantungku
jemari-jemari ombak merepih bak lentik penari Bali
menyempurnakan sudut akhir kerlingan mata.
Aku tersungkur di terjun matamu.
Guguran kelopak seroja
menjelma perahu
menuntun matahari ke dalam kelambu.
Diam-diam aku terhanyut
ke lubuk hatimu. Tempat paling khusuk
untuk sepucuk puisi.

Senin, 06 Juni 2011

sebaris hujan

Pada sebaris hujan
kita masuki cakrawala
dengan payung terbuka tanpa lembayung senja

terpa angin meninggalkan jejak dingin di dada.
dan engkau menggigil di jantungku.

Jutaan tetes air beterbangan
seperti tangis terbebas dari kesedihan
seperti bunga-bunga tumpah dari jambangan

mengisi hatimu yang bimbang
mengubah rintihmu jadi tembang dalam rintik merdu

Sabtu, 04 Juni 2011

berilah keajaiban

Berhembuslah wahai tepian badai
Larutlah dalam sendunya angin
Yang tak pernah lelah menyelimuti bumi
Jangan biarkan cemasku murung
Merenungi jalan hidup yang membingungkan
Buang jauh mega hitam yang menggumpal
Dan melebur dalam tiap gerak tarian hujan
Yang tak bisa mengecap matahari
Namun biarkan gerimis yang tak bisa ditahan 
Jatuh dicerahnya angkasa tak terjangkau
Agar bingkai ukiran pelangi itu bisa tertatah
Menyempurnakan keindahan yang sempat memudar
Berilah keajaiban di tiap hayal malamku
Larutkan dalam tiap tetes embun dan helai udara
Hingga kelabuku terendap dan menghilang
Dari mekar bunga yang sempat memudar
Kini warna indahnya menyejukkan…..
Kini semerbak wanginya menenangkan…..

Rabu, 01 Juni 2011

matamu

Aku ingin melihat matamu yang indah
simfoni nan syahdu
mengalun melalui lorong hatiku
sukma gemulai mengikuti irama jiwa 
segala cerita hanyalah sejahtera 
bagi anak bangsanya.

Aku ingin melihat matamu yang indah
sebuah telaga bening yang sejuk airnya 
tempat bermain dan berenang-renang bidadari malam
lumut dan batu-batu adalah pembersih jiwa
aroma semesta adalah bunga 
yang ada di dalam hati.

Selasa, 31 Mei 2011

di sejuk tatapanmu

Matamu sepasang coklat tua yang teduh 
memandangmu, seperti rindang pepohonan di tengah naungan skolam dahaga 
aku tercebur....
Jatuh dan mencintaimu

dan cinta berpendar dalam berjuta pixel warna 
memancar di percik cipratan airmatamu.

Dan di sejuk tatapanmu,.. 

aku melukis puisi.... 
sebab di sana ada spektrum cinta 
membuat rindu seteduh biru lautan 
yang anggun menyusun ombak gemuruh 
membuat kecemasan membias ungu seperti langit malam 
menunggu bintang-bintang berlabuh.

Senin, 30 Mei 2011

lihatlah gerimis

Angin beringsut perlahan
Langit hanyut ke seberang
Santapan ini tak sedikit pun berkurang 
bikin hilang rasa kelaparan 
bikin enak hati dan pikiran 
Selalu ingin sayang-sayangan siang dan malam 
Biar jiwa khusuk terpuaskan.

Lihat gerimis 

Seperti butirbutir kasih sayang yang kutaburkan dalam hidupmu 
adalah pelangi untuk permadani kita ke nirwana 
Berkilauan penuh warna 
Tak usah khawatir remang menghapusnya dari cakrawala 
Sebab gulungan pelangi tak ada habisnya di hatiku 
Semuanya kuhidangkan untukmu.

Minggu, 29 Mei 2011

labuhan hati

Semoga, sayap patahku
cukup menghangatkan pangeran hati
Yang melambungkan bahagiaku,
meneduhkan di saat diri telah merapuh

Kini kumengerti arti penantian
memahami makna gelombang sebelum daratan

saat ksatria kejora memanah mendung di angkasa
derai tawaku menjadi bintang di langit terang
binar mataku cahaya di jiwanya
dia labuhan hatiku

Kamis, 26 Mei 2011

di bawah bulan

Aku sedang memandangmu
di bawah bulan setengah lingkaran
membaca selaksa kata di matamu
menafsirkan sirat cinta.

Maka ketika kau memandangku
aku tahu, kau bulan yang jatuh di wajahku
kau yang selalu di wajahku
menuliskan pendarpendar cahaya

petunjuk bagi langkahku
menelusuri jalan setapak di hatimu
langit yang selalu membukakan pintu
untuk pulang kepakkepak sayapku.

Di bawah bulan yang mengambang
di pematang alis matamu
ribuan kata tertutup embun dan kulihat wajahmu
merunduk menggenggam bulir rindu.

Rabu, 25 Mei 2011

inginku

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api
yang menjadikannya tiada

Inginku mencintaimu dengan sederhana
Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan
yang menjadikannya tiada

Minggu, 22 Mei 2011

Dear Diary

mungkin waktu ini terlalu sore
untukku menulis catatan harianku

secuil demi secuil kerinduanku
padanya semakin bertambah
kepada bidadari yang ku puja
bukan seorang dinda
ataupun bunga semerbak di taman

namun...
aku terlalu takut mengungkapkan
rasa dalam kalbu
semakin takut dan semakin takut
karena ku tak ingin melukaimu
saat kau bersamaku

Sabtu, 21 Mei 2011

terkulai

Ketika awan menjadi tetes hujan,
diterpa angin ke sanubarimu,
agar senantiasa sejuk berembun,
membekukan kedengkian,
menebarkan pesona keindahan,
hingga aku terpanah sinarmu.
Ada kalanya suara burung kecil,
mengisyaratkan sejuta arti,
tentang keresahan jiwa terpana,
terzalimi manisnya senyummu,
dan akupun jatuh terkulai,
hingga saat kau bangunkan aku.

Minggu, 08 Mei 2011

menyelingkuhi waktu

Kau yang terasing dan hampir hilang
maafkan bila ku menyeligkuhi waktu
bukan maksud dan inginku lalui ini
tapi keadaan yang memaksa mengganti makna
dalam pudar yang mulai kehilangan warna
adakah jiwa yang menolongku dalam hilangnya arah
kusadari kini ku tersesat
seperti daun-daun yang hanyaut di arus deras
terseret tak terhenti, tanpa tujuan

Selasa, 03 Mei 2011

rahasia adam dan hawa

Sepiring senja dan ceplok mentari kemerahan 
disajikan dengan rasa sayang
taburan gerimis dikupas tipis 
seikat pelangi menambah sedap hidangan
seleraku bertambah saat kautambahkan saos canda 
kecap manis di bibirmu kuhapus dengan ciuman

Kekasihku... cinta adalah hidangan

resep rahasianya ketulusan dan pengorbanan 
rahasia yang dibawa Adam dan Hawa dari surga
cinta adalah menu istimewa bagi setiap pasangan 
yang membuat kita bertahan dalam segala cobaan
yang membuat bertambah saling rindu
membuat kecanduan cumbu

Senin, 02 Mei 2011

hanyut

Lihatlah gerimis berbaris di tipis senja
di taman itu, pendarpendar mentari menari
di atas daundaun basah
aku hanyut pada parasmu yang basah.

Tiada yang sungguh indah dari cakrawala cinta
ketika bening tetes hujan menggenang lekuk merah bibirmu
senyum terkulum, mataair dengan sekuntum padma
mengalir hening ke relung sukma.

Ada seikat pelangi di balik gerimismu
cahayanya terurai dalam larik-larik puisi
bercucuran di sudut matamu
melukiskan berjuta pixel warna cinta.

terdampar

Telah kuakarkan gelisah 
pada nadi laut
hingga menghunjam kalbu bumi
dan aku menari-nari memacu ombak
menjaring mentari yang terlelap
di pembaringan gulita
Jukungku berlayar tanpa gairah
menyusuri jejak angin dan pasir
yang terlena di tengah percakapan purba
dan sayap-sayap kabut
menyesatkan mataku yang pupuh
hingga aku terdampar di pesisirmu

Sabtu, 30 April 2011

bagai cahaya

Andai kau tau,tidurku begitu lelap oleh syair asmaramu.
mengalir di setiap sudut kamarku, bagai cahaya
menerangi lentera peraduan yang mulai redup.
sinarnya mampu menerobos mimpi indahku bersamamu..
menebarkan cahaya kemilau yang tak berujung.
bening seperti kristal dan putih seperti kapas..

Aku melihatmu bak seorang biduan

yang mendendangkan syair lagu sang pujangga.
yang menjaga tidurku lena 
dan memastikan aku terbuai oleh puisi cintamu..

Aku berharap mimpi ini berterusan,
tanpa meninggalkan satu cerita pilu.
sampai sang pajar membangunkanku dari buaian tidur malamku....

aku terperangkap

Selalu terbuai oleh alunan cinta kasih
yang senantiasa bergelora
dalam rengkuhan cintamu

aku terperangkap jauh masuk ke relung hatimu yang paling dalam.
dan asmara itu membuatku hanyut dalam aliran pesonamu.

Membawaku terbang begitu tinggi..
bergelayut pada bulan sabit yang bersinar di malam hari..
sungguh alangkah indahnya

pabila kau yang menemaniku melantunkan syair-syair asmara.
melelapkan tidurku dalam buayan alunan suara merdumu..

berjanjilah

Aku akan mengawalmu dari pencela-pencelamu
bunga-bunga boleh saja 
layu
tapi ku kan menjaga agar cahaya bunga itu slalu merekah ditaman hati
lalu menjelma menjadi cahaya bintang
yang mengisi kesunyian malam

Duhai cintaku berjanjilah

dihadapan langit dan bintang
sekalipun kita takkan bersatu
namun jiwa kita kekal dalam keabadian cinta.

aku mendengarnya

Aku mendengar rintihan jiwamu,
aku mendengar resahmu ,
aku mendengarnya.. sungguh mendengarnya
dan kucoba untuk menjawab setiap pertanyaan 
bathinmu
kemarilah cintaku..
bersandarlah dibayang bahuku
yakinlah 
bahwa aku akan ada disetiap bayang
ulurkanlah sayap patahmu
kan kugapai dan kusembuhkan dengan kepakkan syair jiwaku.

seandainya

Seandainya aku terlahir kembali
Kuingin menjadi hujan,

agar dapat mempersatukan dua jiwa 
yang saling memandang, namun tak kuasa bertemu
Antara bumi dan awan

Seandainya pun tak terlahir kembali
Kuingin menulis jalan tak berujung
Agar dapat menjelajahi
Dua hati di pelosok bumi

bukan purnama

Sayap sayapku yang patah...
Aku bentangkan dengan jiwa terluka

Kucoba paksakan namun angin begitu kuat…
aku mulai sadar sekarang bukan purnama…

Aku jalan merangkak kelangit
hanya tertatih dan melayang…

Jauh diatas kau tak tersentuh…
kubalutkan luka sayapku…

Ku tunggu angin reda diudara
berdiri dipunggung merindukan bulan berharap

menemukan satu jarum diantara ribuan jerami…
oh takdirlah yang menguatkan aku dan akan ku tunggu sempurnaku 
demi bulan dan jerami emasku hingga sinarnya menerangi sadarku…