Jumat, 07 Januari 2011

101 puisi

Kata apa lagi yang harus tercipta dari tetes tinta hitam ini
Ku rasa segala inspirasi tlah habis tuk ungkapkan kata
Namun dirimu tak jua bisa merasa
Tapi dirimu tak jua bisa meraba
Segala rasa hayalku yang telah ku suratkan

Masih kurangkah 101 puisi yang ku cipta, inspirasi mu
Kurasa tak ada lagi kata meracau yang tertinggal
Semua telah keluar dari ruang kepalaku
Segalanya telah hangus bersama imajinasiku
Ku rasa tak ada lagi yang harus aku siratkan

puisi yang tertunda

Kata ini sudah lama ingin ku ungkap
Walau semua tak bisa terucap
Hanya sebuah goresan untuk menyatakan kata
Maaf jika ini puisi yang tertunda
Tertunda aku untuk tetap memujamu
Namun tak terlupa untuk ku untai
Sebagai bukti rasa setia yang mungkin mulai dianggap semu
Tapi percayalah penundaan ini
Hanya karna sesuatu yang biasa
Namun  sekejap berubah menjadi tak biasa.

Rabu, 05 Januari 2011

kekalahan yang terselamatkan

Tak perlu tabuh diguguh lagi
karena peristiwa ini bukanlah sejarah besar
yang perlu dicatat atau diberitakan
kita tengah tidur di arena kekalahan
berselimut bendera kebodohan
kita rubuh tanpa perlawanan balasan
negeri ini tak lagi punya pagar
penjara tak lagi berterali
marilah mencuci luka nurani
meyakini diri musuh bersembunyi
di penjara yang dibikinnya sendiri
sebab kabut tebal di abad ini
menghalang pandangan kita
menatap kebenaran seutuhnya
tak perlu tabuh diguguh lagi
karena peristiwa ini hanyalah tamsil rahasia
dari kekalahan yang terselamatkan
dari kemenangan yang menghancurkan

Selasa, 04 Januari 2011

awan petang

hujan... hujan.. hujan...
yang kau turunkan awan petang

mengapa kau tak berikan aku
kesempatan tuk melihat
bulan dan bintang ?

mengapa kau selalu menghalangi
niat tulusku tuk melihat
bulan dan bintang ?

Senin, 03 Januari 2011

hanya seketika

Cinta yang indah sempat berlabuh
Membuka pintu hati untuk sebuah harapan
Perjalanan yang menghantarkan
Rasa menjelma dipermukaan
Walau hanya seketika itu
Sempat terlihat senyum harapan terlintas diwajah mu
Tiada awan angin dan halilintar
Tetesan bening air menetes
Menghanyutkan harapan ku
Entah dimana
Entah kemana
Kini yang terlihat hanya sepasang kepakan sayap
Menyelinap dibalik awan dalam kesendirian
Berbekal keinginan dalam percarian
Untuk temukan sebuah harapan
Harapan baru.

Minggu, 02 Januari 2011

berdiam dalam bumi

Masih saja pohon-pohon di gunung itu
berdiri angkuh dan manja
rimbun daun-daunnya mengundang angin
membelai-belai tubuhnya
berdesir dan bernyanyi ria
melengking ke angkasa atau suaranya turun lembah
seperti tiupan suling seratus penggembala
akar-akarnya yang berdiam dalam bumi
selalu menjalar tanpa batas waktu
untuk menghidupi batang, ranting dan daun-daunnya
akar-akar yang menderita demi kasih dan cinta
tak pernah menikmati panas matahari
tak melihat awan bertengger di pucuk pohon
tak melihat bulan dan bintang malam hari
masih saja akar-akar itu berdiam dalam bumi
sementara pohon-pohon kecintaannya
dimutasi ke desa-desa dan kota tanpa kulit, ranting dan daun-daun
pohon-pohon yang mendindingi rumah-rumah manusia
dari serbuan angin dan dingin cuaca
sementara akar-akar itu tetap berdiam dalam bumi
mati dalam bumi
melebur bersama duka yang dituba.

Sabtu, 01 Januari 2011

negeri tak bernama

Dari senja ke malam kita dibalut asap
debur ombak pantai menguap ke ruang musim
di mana darah kita mengalir perlahan dari kepala ke ujung kaki
dan kau bicara tentang waktu!
lalu kita layangkan pandang ke sudut negeri tak bernama
masih putih, asap menebal
debur ombak menggetarkan pondasi langit
gigil darah di tubuh memuai saat panas semakin sesak di kamar itu
dari malam menjelang pagi asap itu berangsur hilang
kita berselam dalam malam, berenang di udara kota
kita melintasi jalan-jalan bersimpang
darah kita mengalir seperti sungai ke muara yang jauh
dan aku bicara tentang lalang-lalang kering
di mana puisi-puisi tersangkut
raung angin menggetarkan pohon-pohon di bukit
angin yang berasal dari laut
pencipta ombak dan lagu tak berirama
di sana musim selalu panas
"ya, kita berada di negeri yang sama
bumi penyair, tanpa tetes darah petaka!" katamu
pagi, suaramu tersangkut di ujung ombak
dan kau berkelana entah sampai di mana.